PENDOPO KITA - Isak tangis mewarnai prosesi pemakaman Wahyu Alldila (32), korban jatuhnya pesawat Lion Air JT 610.
Putri Pratiwi (30), istri Wahyu, berulang kali menyeka linangan air mata di pipinya.
Putri lebih banyak terlihat diam sambil terisak selama proses pemakaman Wahyu di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Pringkumpul, Kelurahan Pringsewu Selatan, Rabu (8/11/2018).
Begitu juga ibunda Wahyu, Yuni Hesti, dan ketiga adik almarhum.
Wahyu, beserta putranya, Xherdan Fachridzi (4), termasuk dalam data manifes 189 penumpang dan kru pesawat Lion Air JT 610 rute penerbangan Jakarta-Pangkalpinang, yang jatuh di perairan Tanjung Karawang, Senin (29/10/2018) lalu.
Wahyu berasal dari Pringsewu, namun setelah menikah berdomisili di Bangka.
Jenazah Wahyu tiba di rumah duka, Rabu sekira pukul 08.45 WIB.
Begitu tiba langsung disemayamkan di rumah duka, LK Pringkumpul.
Tepatnya di sebelah utara Masjid Sobari. Berselang hitungan jam, jenazah Wahyu dimakamkan (TPU) Pringkumpul.
Kepergian Wahyu untuk selamanya menyisakan duka mendalam bagi Putri.
Bagaimana tidak, Wahyu meninggalkan kenangan romantis selama kurun dua minggu terakhir, sebelum menjadi korban pesawat nahas Lion Air JT 610.
Paman Putri, Yulius Agung (51) menceritakan, bahwa Wahyu banyak menghabiskan waktu berdua dengan Putri selama dua minggu terakhir.
Ia sering mendatangi Putri di tempat kerjanya, sekadar untuk mengajak makan bersama.
Putri merupakan pegawai negeri sipil (PNS) di Bangka.
"Dua minggu belakangan, mendatangi kantor Putri, mengajak makan siang bersama, berdua," ujar Yulius di rumah duka LK Pringkumpul, Kelurahan Pringsewu Selatan, Selasa.
Padahal, sambung Yulius, sebelumnya Wahyu tidak pernah mengajak Putri makan siang berdua saat jam istirahat kantor.
Bukan itu saja, Wahyu juga beberapa kali mengajak istrinya makan malam. Hanya mereka berdua.
Selain itu, Wahyu pun mengajak Putri ke mal dan mempersilakan istrinya untuk memborong apa saja barang-barang yang diinginkan. Karena itulah, Putri merasa sangat kehilangan.
Yulius mengisahkan, Wahyu menumpangi pesawat nahas itu usai menonton laga sepakbola Timnas U-19 Indonesia melawan Jepang di Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta, Minggu (28/10) sore.
Sosok yang bekerja di perusahaan swasta tempat peleburan timah ini, sempat ingin mengajak anak keduanya, Opi ke Jakarta.
Namun, Putri melarang lantaran Opi masih bayi. Sehingga Wahyu hanya membawa anak pertamanya, Xherdan Fachridzi. Kebetulan, Xherdan sendiri mau ikut.
Ketika hendak pulang, Wahyu sempat menghubungi Putri dan meminta dijemput di Bandara Depati Amir, Pangkalpinang.
Putri yang sedang hamil enam bulan datang ke bandara untuk menyambut suami dan buah hatinya.
Ironisnya, sosok yang dinanti tak kunjung tiba. Justru kabar musibah pesawat yang ditumpangi Wahyu dan Xherdan yang diterima.
Putri pun syok. Ia tidak menyangka kenangan romantis dua minggu sebelumnya menjadi kenangan terakhir dari Wahyu.
Untuk mendapatkan kepastian kabar suami dan anaknya, Putri terbang ke Jakarta.
Selama menanti kepastian itu, beberapa kali Putri mengalami kontraksi atas kandungannya yang kini berusia sembilan bulan.
Bahkan, Putri pernah dilarikan ke UGD Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta.
Dokter juga sempat melarang Putri terbang ke Lampung untuk menghadiri prosesi pemakaman jenazah suaminya.
Namun, Putri yang turut membawa anak keduanya, Opi, berupaya menguatkan diri untuk turut mengantarkan Wahyu ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Menurut Yulius, kondisi Putri ketika selama berada di rumah duka baik dan sehat.
Yakin Jasad Xherdan
Yulius menambahkan, pihaknya harus kembali terbang ke Jakarta pada sore hari, untuk memantau proses identifikasi terhadap Xherdian.
"Jadi selepas zuhur kami kembali ke bandara lagi (menuju Jakarta)," kata Yulius.
Meskipun belum ada kabar mengenai Xherdan, pihak keluarga meyakini jasad bocah berusia 4 tahun itu sudah ada di antara jenazah yang ditemukan oleh Badan SAR Nasional.
"Insya Allah yakin, karena potongan-potongan jenazah itu kan banyak sekali. Hanya untuk mengidentifikasinya itu sangat sulit, apalagi mereka sudah terendam beberapa hari," ujar Yulius.
Yulius mengutarakan, apabila sudah teridentifikasi rencananya jenazah Xherdan akan dibawa ke Bangka.
Pemakaman terpisah antara Wahyu dan anaknya, menurut dia, sebagai upaya utnuk mempererat silaturahmi antarkeluarga.
Yulius mengatakan, ibunda Wahyu, Yuni Hesti, nantinya akan terus ke Bangka karena masih ada cucu yang harus dikunjungi.
Sedangkan Putri juga akan selalu berkunjung ke Lampung karena harus ziarah di makam suami.
"Kita sudah diskusikan, insya Allah ikhlas, ya udah nggak papa, kita berbagi saja supaya nanti hubungan silahturahmi antara pihak suami dan (pihak) istri tetap berjalan," katanya.
Wabup Ikut Salatkan
Sementara itu, Wakil Bupati Pringsewu, Fauzi, juga melaksanakan takziah ke rumah duka.
Fauzi hadir sebelum jenazah Wahyu tiba di rumah duka. Setelah jenazah tiba, Fauzi juga ikut prosesi serah terima jenazah, dari pihak Lion Air kepada keluarga.
Fauzi menyampaikan duka dari Pemkab Pringsewu atas musibah yang terjadi.
"Alhamdulillah, bersyukur almarhum cepat teridentifikasi sehingga kita bisa memberi penghormatan terakhir pada almarhum," kata Fauzi.
Perwakilan keluarga besar Muhammad Muhdir mengucapkan terima kasih kepada pemerintah yang telah menyempatkan waktunya untuk hadir.
Dia juga berterimakasih kepada pihak Lion Air yang telah mengantarkan jenazah dan memfasilitasi pemakaman Wahyu. Meskipun, sampai saat ini belum ada kabar tentang Xherdan."Mudah-mudahan cepat ditemukan," harapnya.
Total 51 Jenazah
Sementara itu, RS Polri Kramatjati, Jakarta Timur, kembali mengidentifikasi tujuh korban jatuhnya pesawat Lion Air.
"Malam ini (kemarin) kami sidang rekonsiliasi dan berhasil identifikasi tujuh korban Lion Air," ujar Kepala Disaster Victim Identification (DVI), Kombes Pol Lisda Cancer, Rabu.
Hingga Rabu malam, penumpang yang berhasil diidentifikasi berjumlah 51 penumpang, terdiri dari 40 penumpang laki-laki dan 11 perempuan.
Lisda menyebutkan, ada satu keluarga yang termasuk dalam korban yang berhasil teridentifikasi. Satu keluarga tersebut terdiri atas ayah, ibu, dan dua orang anak.
Mereka adalah Daniel Suharja Wijaya (30), Resti Amelia (27), dan Radhika Widjaya (4), juga adiknya, Rafezha Widjaya, yang berusia 1 tahun 9 bulan.
"Bapak-ibunya diidentifikasi pada malam sebelumnya. Jadi sudah lengkap," kata Lisda.
Lisda menjelaskan proses identifikasi kedua balita ini tidak berpatokan dengan manifes penumpang. Proses identifikasi dilakukan melalui cara profesional DVI.
"Kami sebetulnya untuk identifikasi nggak berpatokan pada manifes. Jadi, artinya, kalau ada dua bayi, satu teridentifikasi, satunya sudah teridentifikasi, harusnya kan begitu. Tapi kami bekerja secara profesional, ilmiah, dan hati-hati. Sehingga kami untuk identifikasi secara ilmiah, bisa diterima dan dengan positif, teridentifikasi dengan metode primer dan sekunder. Artinya, nggak ada metode exclude itu," ujarnya.
Pesan Terakhir "I Love You Ma"
Masih terpatri dalam ingatan Narulita Sari, istri dari Tesa Kausar, korban dari pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di Perairan Tanjung Karawang pada Senin (29/10/2018) lalu.
Pagi itu, seperti biasanya Narulita bersiap untuk berangkat bekerja sekaligus mempersiapkan kedua anaknya untuk bersekolah.
Pukul 6.30 WIB, Narulita mengirimkan pesan kepada suaminya, menanyakan keberadaannya.
"Saya tanya, sudah di mana, Pa? Terus dia jawab, sudah di pesawat, Ma. I love you. Habis itu, dia kirim foto selfie di pesawat," kenang Narulita, Rabu (7/11/2018).
Pesan terakhir ini akan selalu dikenang Narulita. Pasalnya, pesan singkatnya pada pukul 8.30 WIB kepada suami untuk menjemput si bungsu Kiandra dari sekolah, tidak pernah lagi terbaca.
"Tidak lama setelah saya kirim WA, teman saya bilang kalau ada Lion Air yang lost contact. Saya langsung ke bandara untuk memastikan. Ternyata keluarga korban lainnya sudah ramai," cerita Narulita.
Tesa Kausar adalah staf dari DPRD Kep. Bangka Belitung yang menjadi korban pesawat Lion Air JT 610. Tesa meninggalkan seorang istri dan 2 orang anak yang berusia 8 dan 4 tahun.
Tesa Kausar telah dimakamkan di TPU Bukit Lama, Pangkalpinang, pada Rabu (7/11) siang. Tesa merupakan satu dari 17 jenazah yang berhasil diidentifikasi oleh Tim DVI Mabes Polri pada Selasa (6/11).
Tesa akan genap berusia 38 tahun pada 31 Oktober 2018, atau 2 hari setelah kejadian nahas tersebut. Narulita menuturkan, putri sulungnya, Keisya telah menyiapkan kado untuk sang ayah.
"Keisya sudah membungkuskan pulpen papanya itu dengan kertas kado. Ya, pura-puranya sebagai kado kejutan lah," ujar Narulita lirih.
Tak dinyana, pesawat Lion Air yang ditumpangi Tesa jatuh di Perairan Tanjung Karawang.
Narulita tak kuasa menahan kesedihan atas musibah ini. "Dia suami dan ayah yang bertanggungjawab dan sangat sayang kepada anak-anak," ucap Narulita.
Basarnas Perpanjang Pencarian
Badan SAR Nasional memutuskan untuk melanjutkan proses pencarian korban selama tiga hari ke depan.
Namun, pencarian itu hanya akan dilakukan oleh personel Basarnas.
Kepala Badan SAR Nasional, Marsekal Madya M Syaugi, mengatakan, posko Basarnas di Tanjung Priok dan Tanjung Pakis tetap berdiri menyusul dilanjutkannya pencarian korban Lion Air JT 610 selama tiga hari ke depan.
"Siapa tahu dari penyisiran tersebut di tiga hari ke depan masih ada korban yang ditemukan oleh nelayan misalkan, sehingga bisa diterima tidak harus jauh-jauh ke sini," kata Syaugi di Pelabuhan Tanjung Priok, Rabu (7/11/2018).
Syaugi menyebut, hingga Rabu pagi, tim SAR gabungan telah memperolah 187 kantong jenazah berisi bagian tubuh korban. Karena itulah, posko Basarnas di Tanjung Priok akan tetap berdiri untuk memudahkan evakuasi korban dari kawasan pantai.
"Kalau posko di sini tetap untuk yang Basarnas, kalau rekan-rekan yang lain kami persilakan," ujar Syaugi.
Sementara itu, TNI AL menarik semua unsurnya di lokasi jatuhnya Lion Air di perairan Karawang, Jawa Barat.
"Hari ini (kemarin) terakhir pencarian dari TNI karena sudah dinyatakan selesai pukul 13.00 WIB," ujar Dansatgas SAR yang juga Komandan Satuan Kapal Eskorta (Dansatkor) Koarmada I, Kolonel Laut (P) Isswarto, di Tanjung Priok, Jakarta Utara, Rabu.
Dengan begitu, seluruh prajurit TNI AL yang berada di titik pencarian di perairan Karawang ditarik. Kapal yang dikerahkan juga ditarik.
"Sudah kita sampaikan untuk ke komando atas bahwa dukungan ke Basarnas selesai hari ini. Dinyatakan selesai dan ini semua unsur baik penyelam maupun KRI kita tarik ke pangkalan," ujarnya.
Pada pencarian hari terakhir TNI AL, tim tidak menemukan bagian pesawat. Kondisi cuaca yang kurang baik juga membuat penyelam kesulitan.
"Tadi itu ada yang menyelam penyelam kita, tapi memang gelap suasananya. Tadi karena tak ada kegiatan yang perlu diambil, akhirnya kita naik lagi," jelasnya.
Penulis : Riyadi Febriyanto
0 komentar:
Posting Komentar